Tentang kopi yang tumpah -bukan kopi khas Bogor- dengan serbetnya dan anak SMA dengan internet sehatnya.
Entah harus kumulai dari mana, yang pasti saat aku tuliskan ini, jam sudah menunjukkan 00.28 dinihari, ditemani secangkir kopi (tapi, bukan kopi khas bogor), sekaleng wafer, dan kacang serta seisap demi seisap sigaret pemberian juragan kambing etawa saat hadir bersama di acara tasyakuran ulang tahun yang kedua @idblognetwork.
Sebagai sesama pencandu kopi sebagai pengiring kepulan asap tembakau yang kemarin sempat mendapatkan tanggapan minor dari sang penghujat, kami bertiga berbicara mengenai banyak hal. Kami bertiga itu jelas saya sendiri, Gempur (terinspirasi dari profesi lama yang biasa menggempur dinding-dinding tua alias KULI), Ki Demang Suryaden yang kini menjelma Presiden, dan seorang lagi Juragan Wedus yang jenggotnya saya ambil alih, Kang Toto Sugiharto, Toto yang Sugih Arto alias TOTO SD, Toto sing Sugih Duwit.
Di depan teras gedung Tifa tempat mangkalnya kru idblognetwork, Kang Toto bercerita banyak terkait serbet kopi, asal muasal dan asbabun nuzulnya. Meski yang paling menarik sebenarnya bukan pada wedang kopi yang tumpah yang lagi-lagi bukan Kopi Khas Bogor itu, tapi pada proses membersihkannya yang menggunakan serbet. Hebatnya lagi, bukan pada serbetnya tujuan pembicaraan ini, tapi pada siapa yang memegang serbet dan yang bakal membersihkan tumpahan kopi tersebut.
Ya, tumpahan kopi yang mengotori baju itu adalah kotoran, serbet adalah alat pembersihnya, dan pemegang serbetnya lah yang kemudian menentukan apakah korban ketumpahan kopi tadi kemudian mau dibersihkan olehnya atau dibersihkan sendiri.
Saya pun bercerita betapa mengenaskannya nasib kata kunci "Anak SMA", "Anak SMP", dan turunannya yang cenderung menampilkan hasil-hasil yang mengenaskan. Kecenderungan terhadap anak SMA dalam berinternet saya yakin masih besar prosentasenya mereka yang memanfaatkan internet secara sehat, gampangannya mereka sebenarnya mayoritas adalah penganut Internet Sehat. Akan tetapi, entah siapa yang kemudian berkecenderungan buruk terhadap anak SMA dan menjejali mesin pencarian dengan hal-hal yang tak pantas disematkan pada ANAK SMA.
Yup, anak SMA sedang ketumpahan kopi, yang jelas bukan Kopi Khas Bogor, dan itu butuh serbet. Masalahnya di sini adalah siapa yang bertugas dan berkewenangan memegang serbet dan memfungsikannya dengan baik? Membersihkan anak SMA yang sejatinya adalah pelaku INTERNET SEHAT dari dominasi hal-hal buruk di mesin pencari. Siapa yang harus memulai dan meneruskan secara berkesinambungan Gerakan Internet Sehat, Gerakan Blogger Sehat? Lagi-lagi pertanyaan konyol terlontar, memangnya siapa kamu kok tiba-tiba peduli kesehatan internet-nya anak SMA? Oke, saya jawab dengan datar: "Ya, saya kebetulan sedang terjerumus menjadi seorang pengajar di sebuah SMA, dan pada satu kesempatan, saya ingin mencari gambar terkait aktifitas anak SMA, dan ketika saya ketikkan kata kunci anak SMA, betapa kagetnya saya karena yang keluar bukanlah gambar-gambar yang baik terkait anak SMA, tapi malah aktifitas buruk anak-anak SMA. Cukupkah jawaban saya?"
Anggap saja jawaban saya cukup. Selaku orang yang setiap hari berkecimpung di dunia anak SMA, apa yang saya lihat di hasil pencarian mesin pencari jauh dari apa yang saya lihat di dunia nyata. Cerita Anak SMA tak melulu soal buka-bukaan dengan beragam aksi negatif lainnya. Itu justru sebagian kecilnya yang bagi saya bagian besarnya adalah cerita-cerita herois, romantis, melankolis, juga tragis menghiasi kehidupan mereka. Akan tetapi tak setragis yang ada di mesin pencari. Anak SMA yang saya biasa berkumpul dengannya adalah para pegiat social media, para pencari informasi yang militan, yang kesemuanya dalam bingkai Internet Sehat.
Itulah kenapa saya utarakan kepada kang toto dari Gunung Kelir dan Ki Demang dari Suryadiningratan yang suka berekspresi bebas di internet, Siapa pemegang sapunya? Siapa yang membersihkan tumpahan kopi -yang bukan khas Bogor itu- dari kata kunci Anak SMA? Kepada sang presiden dunia maya, saya layangkan protes gugatan saya, "Sebagai rakyat jelata, saya berupaya dan terus konsisten menuliskan hal-hal indah dan kebajikan anak SMA, sebagai jelata saya hanya bisa menyeru dan melakukannya secara individu, dan itu terbatas!!! Lantas sebagai presiden, apa yang kau lakukan untuk membersihkan tumpahan kopi anak SMA itu? Tolong jangan sibuk dengan citramu -yang sudah terpuruk itu- dan bangun citra Anak SMA dengan baik maka citramu juga akan terangkat baik"
Hmmm, Suryaden hanya manggut-manggut memegang kreteknya dan sementara Kang Toto SD juga SB (sugih benwit) mengiyakan, entah mengiyakan apa? Karena memang sejatinya obrolan anak SMA dengan Internet Sehat-nya memakan porsi yang sedikit dari pembicaraan kami waktu itu. Cerita Anak SMA itu justru mengalir deras dalam kepala dan angan-angan saya dibandingkan tertumpah dalam pembicaraan kami bertiga. Maka itulah, pada kesempatan ini, kubiarkan Cerita Anak SMA ini tumpah seperti halnya tumpahnya kopi -yang bukan kopi khas Bogor- di celana ini butuh serbet untuk membersihkannya.
Lalu, sebenernya tulisan ini maunya apa? Mbuh Sak Karepmu.
mantab pak, terus sebarkan konten-konten positif untuk bangsa ini
BalasHapusmenurut Aa Gym, cukup dengan 3M
BalasHapusmulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang...
(ojo diplesetke dadi "mari menikah maneh" lho!)
wah kali ini saya baca postingan dengan detail hahaha cara menghubungkan beberapa bahasan dengan sub bahasan menjadi kemasan yang menarik hahaha terima kasih obrolan nya
BalasHapusGimana kalau anak SMA kita ajak ngopi dan jualan kopi? Biarlah urusan serbet menjadi peran kita bersama, bukan cuma jadi peganganya si mbak pelayan kopi :)
BalasHapusTerima kasih Pak.
BalasHapusNiatan yang baik.." Sungguh mulia.
Amien Yaa Rob,smoga kita semua sukses dan tergolong orang orang yang diberi nikmatNYA.
mari ngopi dulu mas :D
BalasHapus@kontenpositif: insya Allah :)
BalasHapus@AndyMSE: hahahaha... patut ditiru ;)
@MT: alhamdulillah, yg kenal saya, mesti saya ajak ngopi kok.. hehehe..
@annosmile: yukkk :)
Saya sebagai generasi muda yang kebetulan memang belum punya anak, namun tetap merasa prihatin dengan efek negatif internet terhadap anak-anak. Tidak usah jauh-jauh, dilingkungan sekitar saya saja, telah cukup banyak anak-anak (usia 12-17 tahun) yang kecanduan situs2 p*rno..
BalasHapusSaya hanya bisa mengurut dada, mungkin salah satu usaha yang bisa saya lakukan hanyalah dengan menulis tentang internet sehat untuk anak pada personal blog.
Mudah-mudahan masalah ini menjadi perhatian utama oleh pemerintah, bagaimanapun anak-anak tersebut adalah calon generasi bangsa ini..
@Pak Jak: pemerintah sdh berupaya melalui pemblokiran, tapi tidak semuanya berjalan efektif, butuh peran serta kita untuk terus berupaya membantu sesama memperbaiki keadaan yang ada.
BalasHapusMari bersama-sama membangun dan mencerdaskan kehidupan kita bersama. :)
internet sehat itu memang seharusnya :D
BalasHapus