Jalan kaliurang mencekam. gelap gulita sepanjang 4 jam hingga jam 10 malam. keberingasan mahasiswa lebur bersama warga dipicu oleh baret merah yang membabi buta. Aksi lanjutan setelah seminggu sebelumnya seorang mahasiswa tertembak di kerusuhan gejayan.
Seminggu setelah kerusuhan kaliurang, orde baru tumbang setelah sehari sebelumnya aksi turun bersama seluruh warga yogya tumpah ruah di alun-alun keraton. Yogyakarta luar biasa saat itu.
Mahasiswa saat itu pasti ingat, dari sekian banyak kesatuan militer dan polisi yang diturunkan, kesatuan mana yang paling brutal meredam aksi mahasiswa? Tapi mungkin sudah banyak yang lupa. Ya sudahlah.
Yang kuingat dari jaman itu adalah bahwa komandan kesatuan yg brutal itu kini sedang menjadi calon presiden. Atas nama masa lalu, saya tegas tak akan memilihnya. Sekaligus menolaknya dan menyerukan kepada semua untuk waspada jika ia terpilih.
#MenolakLupa
Saya secara pribadi tak pernah merasa dirugikan oleh komandan kesatuan tersebut secara langsung, tapi dampak perintahnya luar biasa, meski selamat dari terjangan peluru -yang kemudian esok paginya ditemukan oleh teman saya dan dijadikannya kalung- tetap membuat siapapun berpikir seribu kali bila teriakan demonstran dibalas dengan proyektil peluru betulan.
Tak hanya itu, tongkat komando sang jenderal mengubah pola demonstasi mahasiswa yang makin marah, anarkis dan membabi buta setelah aparat keamanan (melalui baret merah) yang makin represif. Mahasiswa yang tak turut serta dalam demonstrasi pun terkena imbasnya. Yang masih duduk di bangku kuliah sore, terutama mahasiswa D3 dan S2 serta S1 yang dosennya meminta kuliah sore terpaksa pulang dalam ketakutan juga amarah.
Represif aparat makin membangkitkan semangat perlawanan, jatuhnya korban jiwa menjadi bahan bakar yang lebih dahsyat lagi untuk peningkatan eskalasi gerakan perlawanan mahasiswa.
Puncaknya ketika mobilisasi massa mahasiswa di seantero Jogja tumpah ruah di jalanan yang melakukan long march dari kampusnya masing-masing menuju alun-alun utara Yogyakarta pada 20 Mei 1998. Seluruh elemen berbaur menyatu menyuarakan satu tuntutan yang sama untuk sebuah perubahan rezim.
Kembali soal komandan jenderal baret merah yang punya riwayat brutal pada 1998, selama tidak ada itikad baik meluruskan atau mengklarifikasi apa yang terjadi, tidak ada alasan untuk memilihnya. Terlebih riwayatnya yang masih temperamental dalam kesehariannya, gaya priyayinya yang membuka jarak beda antara dirinya dan rakyat, terlebih melihat manifesto partainya yang cenderung membuka peluang lahirnya fasisme baru di Indonesia, tak ada kata lain selain menolaknya.
#MenolakLupa
Mahasiswa yang meninggal itu adalah Moses Gathotkaca. Saat itu saya kelas tiga SMA mas, meski saat itu saya juga sudah rajin ikut2an demo :)
BalasHapuswoh kereeeeen. msh kls 3 sma sdh brani demo. ati-ati loh. ketangkep polisi pp. :D
BalasHapushati2 kang..jgn kebanyakan demo..nanti ketagihan..hehe :P
BalasHapusentah kenapa..sepertinya masih banyak sejarah yang belum terungkap hingga sekarang di Indonesia ini :(
BalasHapusLupa memang sudah jadi masalah manusia gan, saya kira apa. :D
BalasHapusMaju terus kang..
hmm begitulah indonesia :(
BalasHapuswah tragedi besar tahun 1998, hingga dibuat film :v
BalasHapus