Ia mengajarkan bahagia dengan cara yang rumit dan sakit (menurut perasaan yang wajar). Ia pun mengajarkannya dengan cara yang sederhana (menurut perasaan yang rumit).
Penderitaan bukanlah derita bagi mereka yang terbiasa sengsara. Pun sebaliknya, kesenangan bukanlah senang bagi mereka yang terbiasa dengannya. Hanya soal rasa dan bagaimana menghadapi dan membiasakannya.
Seperti halnya saat orang yang terbiasa hidup di rumahan, tidur nyaman, berkasur dan berpendingin ruangan, melihat anak jalanan yang tidur di emperan toko dan pinggiran rel kereta atau di bantaran kali, sebagai sebuah penderitaan. Baginya, adalah kesulitan hidup yang pantang dan jangan sampai terjadi pada diri dan keluarganya.
Sementara itu, si anak jalanan, meski melihat si orang rumahan sebagai harapan akan sebuah kenyamanan hidup, akan tetapi kebiasaan keseharian membawanya sebuah kesadaran bahwa hidupnya tak lagi sebuah penderitaan. Bahkan ia sangat menikmatinya. Hidup liar merdeka tanpa aturan keluarga rumahan dengan berbagai standar hidup turunannya.
Ya, kenyamanan orang rumahan di mata anak jalanan mungkin sebuah mimpi indah yang ingin dicapai. Namun, bagi orang rumahan, kenyamanan yang dimiliki belum tentu sebuah kemewahan yang pantas dibanggakan. Seringkali terlihat biasa dan kadang membosankan.
Semua lantas menjadi serba relatif. Dari sudut pandang mana memandangnya di situlah kebenaran relatif akan hadir.
Lalu, di mana letak penderitaan dan bahagia?
16 April 2013
Pengajaran Bahagia dan Derita
Posted by Abdul Ghofur on Selasa, April 16, 2013 in Budaya | Comments : 0
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Posting Komentar