Pengetatan bagi warga non Surabaya ditandai dengan membuka jalur Rekomendasi Dalam Kota. Melalui situs PPDBSURABAYA.NET, pemerintah kota Surabaya menegaskan melalui ketentuan umum PPDB Surabaya 2012, bahwa
Rekomendasi Dalam Kota adalah calon peserta didik yang berasal dari sekolah di Wilayah Kota Surabaya dan bukan warga Surabaya. Pagu yang tersedia adalah 1% (satu prosen) baik dari pagu kota maupun pagu sekolah negeri.
Tahun sebelumnya, siapapun yang bersekolah di sekolah baik swasta maupun negeri di Surabaya, akan secara otomatis mendapatkan PIN dan ikut secara langsung PPDB reguler tanpa ada pembatasan kuota 1 persen. Tahun lalu kuota 1 persen berlaku bagi mereka yang baik sekolah maupun Kartu keluarganya berasal dari luar Kota Surabaya.
Sementara itu, di saat yang sama panitia PPDB Surabaya 2012 memberi peluang lebih besar bagi warganya melalui jalur Mutasi yang dalam situs resmi PPDB Surabaya 2012 disebutkan bahwa:
Mutasi adalah calon peserta didik yang berasal dari sekolah di luar Wilayah Kota Surabaya dan merupakan warga Surabaya yang dibuktikan dengan Kartu Keluarga (KK) dimana Mutasi tidak termasuk dalam pagu 1%.
* Warga Surabaya yang masuk dalam KK bukan orang tua kandung, dapat masuk kategori Mutasi bila tercatat masuk KK sebelum 1 Januari 2012.
Tahun sebelumnya, siapapun yang sekolah asalnya berasal dari wilayah luar Surabaya akan dianggap sebagai pendaftar luar kota dan masuk kuota 1 persen. Kini, dengan menunjukkan Kartu Keluarga asli Surabaya, maka calon peserta PPDB Surabaya 2012 dapat mengikuti jalur reguler tanpa ada pembatasan.
Kebijakan tersebut didasarkan atas peraturan walikota Surabaya yang menginginkan APBD Surabaya memang diperuntukkan bagi mereka yang benar-benar warga Surabaya yang dibuktikan dengan Kartu keluarga. Meski secara umum terlihat baik, akan tetapi kebijakan ini juga tak luput dari protes orang tua yang utamanya berada di perbatasan Surabaya dengan kota-kota di sekitarnya.
Keberatan akan peraturan ini juga disampaikan oleh anggota Komisi D DPRD Surabaya yang dari substansi materi Peraturan Walikota Surabaya terkait PPDB Surabaya 2012 yang menyatakan pemberlakuan perwali ini harusnya ke depan dan bukan surut seperti sekarang ini.
updated
Menurut Kacung Maridjan, Staf ahli Kemendikbud dan Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya, melalui tulisannya di halaman OPINI Jawa Pos tanggal 13 Juni 2012, sebagai kota metropolitan, Pemerintah Kota Surabaya tidak sepenuhnya salah dengan argumentasi bahwa APBD terkait alokasi dana pendidikan yang dikeluarkan ditujukan dan difokuskan bagi warga Surabaya yang masih banyak membutuhkan layanan pendidikan.
Akan tetapi, melihat jati diri kota Surabaya sebagai kota metropolis yang dibesarkan tidak hanya oleh internal warga Surabaya, maka argumentasi di atas menjadi tidak bermakna. Surabaya tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, Surabaya memiliki mobilitas yang sangat tinggi yang mana kontribusi warga luar Surabaya tak bisa dinafikan.
Dalam konteks pembangunan, Surabaya menjadi besar tidak semata-mata ditentukan oleh faktor internal kota Surabaya, akan tetapi dibantu dan didorong oleh kekuatan eksternal. Dalam paparannya, Kacung Maridjan juga menyebutkan bahwa penyumbang pajak dari luar kota Surabaya juga besar, tak hanya itu, kekuatan ekonomi dan pemerintahan juga ditopang oleh mereka para pekerja/pegawai dan pelaku ekonomi yang secara legal tidak ber-"label" Surabaya.
Di akhir tulisannya, otoritasnya sebagai Staf Ahli Kemendikbud berbicara, warga negara Indonesia pada dasarnya memiliki hak dan harus diberi hak untuk memperoleh pendidikan di mana saja di wilayah Republik Indonesia. Pemberian otonomi daerah termasuk otonomi di dalam mengelola pendidikan tidak serta merta memberikan otoritas kepada daerah untuk menghapus hak tersebut.
Menarik untuk dicermati bahwa polemik pembatasan atau pemberian kuota 1% bagi warga luar kota menjadi hal yang wajib ditinjau ulang. Terlebih jika kemudian penentuan kriteria luar kota berdasarkan legalitas KK. Namun, kebijakan sudah dijalankan, apakah akan berujung pada pembatalan atau tetap diteruskan, semuanya kembali pada instansi terkait.
Jika perwali ini dibatalkan sebelum pelaksanaan PPDB 2012 jalur reguler dilaksanakan, maka nasib siswa yang bersekolah di Surabaya tetapi bukan penduduk Surabaya akan banyak terselamatkan. Jika perwali ditinjau kembali setelah pelaksanaan PPDB 2012 dan aturan lama diberlakukan pada PPDB 2013, maka akan ada satu angkatan yang terkorbankan.
Saya setuju dengan pendapat Pak Kacung. Saya termasuk korban dari pengaruh kebijakan ini. Gara-garanya, saya harus ganti KK, balik dari Jkt ke Sby karena syarat masuk SDN menghendaki KK dalam kota.
BalasHapusKalau begitu buat tulisan di blog sampean, cak. Biar makin ramai per-PPDB-an Surabaya di dunia online. :)
BalasHapussaya sangat setuju, krn dgn peraturan ppdb yang baru, sangat merugikan bagi saya pribadi. dengan peraturan yang baru anak saya terancam tdk bisa sekolah di surabaya. memang harus ada pembatasan hak2 untuk sekolah di luar kota?????????
BalasHapusapa sebegitu pelik kah kota surabaya?????
setuju banget Pak Kacung, bisa nggak power dari pusat sebagai rekomendasi terhadap terwali tsb. Mengingat setiap keputusan harus ditinjau dari banyak aspek (terutama aspek letak wilayah/ada wilayah sidoarjo yg terletak di kawasan surabaya)dan ini semakin membuktikan bahwa warga surabaya tidak berani bertarung secara sejati dengan warga diluar surabaya. Kemudian tolong pengambil kebijakan mem-break down sejauh mana APBD surabaya yg diperoleh dari luar surabaya.....sekali lagi saya berharap campur tangan Pusat akan kebijakan yg sangat tidak masuk akal ini.
BalasHapusbetul sekali pak, saya sebagai warga yang tiap tahun bayar pajak juga merasa tidak bisa menikmati pendidikan yang saya "anggap baik" untuk anak saya, gara-gara pembatasan kuota luar wilayah. memang sih ada maksudnya yaitu agar terjadi pemerataan, tapi kalau si anak mulai bisa menilai kualitas sekolah dari fasilitas dan lingkungan belajarnya, tentu kurang nyaman bagi kesehariannya.
BalasHapusSetiap kebijakan memang selalu ada pro dan kontra. Tapi di balik semua itu, sebenarnya kita semua bertambah cerdas dlm menentukan, layak dan tidaknya diri kita utk pilihan tersebut.
BalasHapusDi sisi lain bahwa pembatasan dgn sistem kuota akan "memaksa" daerah lain utk meningkatkan layanan mutu pendidikannya menjadi daerah yg kompetitif di bidang pendidikan.
---------------
Belajar dr kenyataan bahwa jalur "warga tdk mampu" ternyata juga diserbu warga yg kaya menjadikan kita smkin sadar bahwa semua tak melulu persoalan sistem, tapi juga persoalan mentalitas. Semua ingin diterima di sekolah negeri. Apapun cara ditempuh.
Maka sebagai org yg sadar, seyogyanya kita lebih cerdas dan bijak di sisi mana kita berdiri.
Btw, matur nuwun, mas. Konco lawas blogging. :)
setuju dengan pendapat pak kacung.masalah pendidikan adalah masalah nasional, oleh karenanya setiap warga negara punya hak yang sama untuk memilih sekolah di republik ini.kalau masih ada pembatas yang ditentukan oleh diknas terkait, maka perlu dipertanyakan nasionalismenya.
BalasHapus